Sabtu, 26 Desember 2009

Kekuatan DOA


Berikut ini adalah kisah nyata yang dialami oleh Spencer January.

Suatu hari yang cerah pada awal Maret tahun 1945. Saya berumur 24 thn & adalah seorang anggota angkatan bersenjata Amerika Serikat divisi Infantri 35.

Bersama dng sejumlah rekan dr pasukan Amerika, kami sdg bergerilya di tengah hutan, berjalan menuju sungai Rhine di Jerman Rhineland. Misi kami adalah untuk mengambil alih kota Ossenberg, dimana terdapat sebuah pabrik yang memproduksi bubuk mesiu & benda2 lain untuk perang.

Selama ber-jam2 kami berjalan menembus lebatnya hutan. Beberapa saat stlh tengah hr, kami mendapat berita bahwa di dpn kami ada sebuah tanah lapang. Akhirnya, pikir kami, perjalanan ini akan menjadi lebih mudah. Tapi kemudian kami sampai pada sebuah rumah batu & di belakang bangunan itu terdapat sejumlah prajurit yang terluka & berdarah krn berusaha menyeberangi tanah lapang tersebut.

Di dpn kami terdpt tanah lapang kira2 sepanjang 180m, di seberangnya ter-dpt pohon2.

Ketika orang yang pertama dr pasukan kami melangkah ke tanah lapang itu, serentetan tembakan & peluru berterbangan ke arahnya. Tiga buah kubu tentara Jerman dng senapan mesin, berjarak satu sam lain 50m & dilindungi oleh gundukan tanah terletak di sebelah kiri lapangan, menembaki kami yg berusaha menyeberang. Ketika kami mengintai, kami menyimpulkan bahwa ketiga kubu itu dibangun dng sangat stategis shg senjata kami tdk dpt menyerangnya.

Menyeberangi lapangan itu sama saja dng bunuh diri. Tapi, kami tdk memiliki pilihan lain. Pasukan Jerman tlh memblokade rute lain untuk masuk ke kota Ossenberg. Agar dpt trs bertahan & menang, kami harus berjalan maju.

Saya bersandar pd sebuah pohon, berpikir ttg situasi yg sedang dihadapi. Saya berpikir ttg rmh, istri & anak sy yg baru berumur 5bln. Saya tlh memberikan ciuman selamat tinggal sesaat stlh ia dilahirkan. Saya berpikir bahwa sy tdk akan melihat keluarga saya lagi & hal itu spt nya sdh sangat pasti.

Saya jatuh berlutut, “Tuhan “,saya memohon dng sangat., “Kau hrs melakukan sesuatu. Tolong lakukan sesuatu”.

Beberapa saat kemudian kami di perintah untuk mulai bergerak maju. Saya mulai berjalan dng senjata di M-1 di tangan.

Ketika tiba di dpn tanah lapang, saya menarik nafas panjang. Tapi sebelum saya mulai melangkah keluar dr perlindungan, saya melirik ke sebelah kiri.

Saya berhenti & memandang dng penuh takjub. Sebuah awan putih—putih panjang spt kapas – muncul dng tiba2. Awan itu berada di atas pohon2, turun ke bwh & menudungi area itu. Jarak pandang bagi tentara Jerman tertutup oleh kabut yg tebal itu.

Setiap org di antara kami segera berlari ke seberang, berusaha menyelamatkan diri secepat mungkin. Satu2nya suara yg terdengar adl bunyi sepatu boot bergesekan dng tanah sewaktu pasukan kami berlari ke tempat yg aman di seberang sebelum kabut itu terangkat kembali.. Dengan setiap langkah, pepohonan yg ada di seberang tampak semakin dekat. Saya hampir sampai! Jantung saya berdetak dng suara yg sampai terdengar ke telinga. Saya mencari sebuah pohon besar & bersembunyi di baliknya

Saya berbalik ke belakang & melihat prajurit yg lain mengikuti saya ke balik pepohonan, beberapa orang sambil membawa prajurit yg terluka.

Ini pasti pekerjaan Tuhan! Pikir saya. Segera setlh prajurit terakhir sampai ke tempat aman, awan itu menghilang! Langit kembali terang & cerah.

Pasukan musuh yang berpikir kami masih bersembunyi di balik rmh tadi, melemparkan sebuah bom ke sana. Beberapa menit kemudian bangunan itu hancur ber-keping2, tapi kami tlh berada di seberang & melanjutkan perjalanan.

Kami tiba di Ossenberg & mencari area yg aman bagi sekutu. Tapi ingatan ttg awan tadi blm hilang dr pikiran saya. Saya sering melihat semacam tirai asap yg digunakan tentara untuk menutup pandangan musuh pd situasi2 spt tadi. Tapi x ini berbeda. Kabut itu muncul dng tiba2 & menyelamatkan nyawa kami.

Dua minggu kemudian, ketika kami menetap sementara di Jerman Timur, saya menerima sebuah surat dr ibu saya di Dallas. Saya menyobek amplopnya dng cepat. Surat itu berisi kata2 yang membuat diri saya merinding.

“Kau ingat Nyonya Tankersly di gereja kita?” ibu saya menulis . Siapa yang dpt melupakannya? Saya tersenyum.. Semua orang mengenal Nyonya Tankersly sbg prajurit doa.

“Dengar ini,” ibu melanjutkan, “Suatu pagi Nyonya Tankersly menelpon ibu dr pabrik persenjataan di mana ia bekerja. Ia berkata bahwa Tuhan tlh membangunkannya pad pukul 1pagi & Tuhan mengatakan sesuatu padanya, “Spencer January berada dlm bahaya bsr. Bangunlah skrg & berdoalah baginya!”

Ibu saya menjelaskan bahwa Nyonya Tankersly berdoa syafaat bagi saya sampai pukul 6pagi keesikan harinya, ketika ia harus berangkat kerja. Nyonya Tankersly berkata bahwa hal yg terakhir ia doakan adl ini: “Tuhan, bahaya apapun yg Spencer hadapi, lindungilah dia dengan sebuah awan!”

Saya duduk terdiam lama sambil memegang surat itu di tangan saya. Pikiran saya berpacu, melakukan perhitungan. Ya, jam di mana Nyonya Tankersly berdoa memiliki hubungan yang pas dng wkt dimana kami sdg mendekati tanah lapang itu. Antara tempat kami dng Dallas ter-dpt perbedaan tujuh jam. Saat Nyonya Tankersly berdoa pd pukul 1pagi, di tempat kami sdh pukul 8pagi, tepat sewaktu kami bersiap untuk menyeberang tanah lapang itu.

Mulai saat itu, kami menambah jam2 doa saya. Selama 52 tahun terakhir ini, saya bangun pagi2 sekali untuk berdoa bagi org lain. Saya yakin bahwa doa mampu menenangkan & melindungi mereka yg sdg berjalan dlm lembah kekelaman.


Di sadur dari majalah standart vol. V no. 7 , hal 04-05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar