Senin, 19 Oktober 2009
Model Orangtua
By: Richard L. Strauss http://bible.org
Kenapa Tuhan memberikan kepada anak orangtua? Dengan masalah keluarga yang meningkat, masalah disiplin meningkat, dan pertumbuhan orang yang secara psikologi cacat dilingkaran keluarga tradisional, kita bertanya kenapa Tuhan tidak memakai cara lain untuk membawa anak menjadi dewasa daripada menggunakan orangtua dalam lingkungan keluarga.
Dan dia membuat mereka disana sangat lama, kira-kira hampir 18 tahun. Sebagian besar burung dan binatang sudah melepaskan diri dalam seminggu atau sebulan. Tapi kegagalan perkawinan masa remaja secara dramatis menggambarkan kalau usia 15, 16 atau bahkan 17 tahun tidak cukup untuk mempersiapkan manusia membangun suatu keluarga sendiri yang berhasil. Kenapa?
Karena, kehidupan bagi seekor binatang hanya masalah insting yang dibawa dari lahir. Hidup bagi manusia lebih dari itu. Itu melibatkan intelektual dan karakter emosional, pilihan kehendak, nilai moral dan keindahan. Hal ini tidak didapat begitu saja; mereka dikembangkan, dan membutuhkan waktu. Tuhan memberikan orangtua bagi anak untuk membantu mereka membangun kualitas itu sehingga mempersiapkan mereka bagi kehidupan yang memuaskan dan berguna.
Organisasi dan agen juga berkontribusi dalam membentuk karakter dan kepribadian anak, tapi tidak ada yang memiliki pengaruh seperti orangtua mereka. Ini tidak hanya keunikan dan intensitas hubungan orangtua-anak, tapi juga jumlah waktu yang dihabiskan dirumah. Sebelum masuk sekolah, hampir seluruh waktu anak-anak dihabiskan dirumah. Bahkan selama masa sekolah mereka, sebanyak 60 jam ada disekitar rumah, jauh melebihi waktu yang dihabiskan ditempat lain. Apa yang dicerminkan selama waktu-waktu itu akan sangat menentukan jenis manusia dewasa apa anak kita nanti, dan dampak dari tahun-tahun itu akan tercetak dalam kepribadian mereka. Tuhan mengatakan bahwa hidup seorang nanti ditentukan oleh pengalaman dan pelatihan sebelumnya (Prov. 22:6). Psikolog modern, sosiolog, dan pendidik setuju. Anak kita terbentuk sebagaimana kita bentuk. Mereka hasil dari semua hal yang kita lakukan dalam hidup mereka. Pelatihan yang kita sediakan akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk bergaul dengan orang lain, ketulusan kesaksian dan pelayanan Kristen mereka, kualitas kerja mereka, kualitas keluarga yang mereka bentuk, dan hampir semua sis kehidupan mereka.
Itu suatu pemikiran yang mengejutkan. Berhasil membesarkan anak terdengar seperti tugas yang luar biasa. Memang seperti itu, membesarkan anak menuntut lebih dari kemampuan manusia. Itu membutuhkan hikmat dan kekuatan supernatural. “Tapi saya bukan Tuhan” anda mungkin berkata demikian. Benar! Anak anda mungkin sudah lebih dulu mengetahui hal itu. Tapi Tuhan berjanji menyediakan apa yang anda butuhkan (Phil. 4:19). Dan Dia tahu pasti apa yang anda butuhkan untuk menjadi orangtua yang baik, karena dia sendiri adalah Model Orangtua.
Suatu hal yang sangat menarik kalau saat Yesus berdoa dia menyebut Tuhan sebagai “Allah Bapa. Dan pemazmur menyatakan, “Adapun Allah, jalan-Nya sempurna” (Psa. 18:30, TLB). Jelas konklusinya bahwa Tuhan itu seorang bapak yang sempurna. Melalui penyelidikan FirmanNya dan belajar bagaimana dia berfungsi sebagai orangtua, kita bisa belajar menjadi orangtua seperti apa. Kemudian saat kita mengkomitmenkan diri kita sepenuhnya kepada dia dan membiarkan dia mengatur hidup kita, dia bebas menyatakan kuasa dan kekuatannya sebagai Model Orangtua melalui kita. Dia menyediakan teladan dan kekuatan, baik arahan dan dinamika bagi kita untuk menjadi orangtua yang berhasil.
Ada beberapa bagian Alkitab yang membandingkan Allah sebagai orangtua dan kita sebagai orangtua. Sebagai contoh, pemazmur menulis, “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia” (Psa. 103:13, TLB). Salomo membuat penyelidikan ini yang kemudian dipinjam oleh penulis Ibrani: “karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Prov. 3:12, NASB; cf. Hebrews 12:6). Yesus menambahkan hal ini: “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Matt. 7:11, TLB).
Maksud hal ini sangat jelas terdapat diAlkitab. Tuhan sebagai orangtua dan kita sebagai orangtua sangat mirip—setidaknya memang begitu seharusnya. Tapi apakah anda memperhatikan bahwa didalam seluruh ayat ini arahnya adalah dari manusia kepada Allah. Setiap ayat menggunakan orangtua dan cara mereka memperlakukan anak mereka untuk mengajarkan siapa itu Allah. Konselor Kristen menemukan memang seperti itu. Pandangan seseorang tentang Allah sering merupakan gambaran orangtuanya sendiri, terutama bapaknya. Jika orangtuanya bahagia, mengasihi, menerima, dan mengampuni, dia lebih mudah mengalami hubungan yang positif dan memuaskan dengan Tuhan. Tapi jika orangtuanya dingin dan tidak peduli, dia mungkin merasa Tuhan terasa jauh dan tidak tertarik terhadapNya secara pribadi. Jika orangtuanya marah, kasar, dan menolak dia, dia sering merasa bahwa Tuhan tidak akan pernah menerima dia. Jika orangtuanya sulit dipuaskan, dia umumnya memiliki pengertian bahwa Tuhan tidak begitu senang dengannya.
Kita perlu merenungkan hal itu, sebagai orangtua Kristen. Konsep Tuhan seperti apa yang dibentuk anak kita melalui hubungannya dengan kita? Apakah dia belajar bahwa Tuhan itu pengasih, baik, sabar, dan pengampun ? atau kita tidak sengaja membangun pengertian Tuhan yang salah dalam hidupnya, menunjukan melalui tindakan kita bahwa Tuhan itu kasar, cepat marah, dan tidak puas, bahwa dia akan berteriak, memarahi atau menendang kita saat kita salah? Seluruh kehidupan kerohanian anak kita dipertaruhkan disini. Disini sangat penting bagi kita mempelajari orangtua seperti apa Tuhan itu, kemudian mengikuti teladannya agar anak kita bisa melihat pelajaran hidup tentang Tuhan yang kita miliki.
Setidaknya ada satu bagian dalam Alkitab, yang bergerak dari Tuhan kemanusia, menasihati kita untuk mengikuti teladan Tuhan dalam membesarkan anak kita. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Eph. 6:4, NASB). Ketiga kata kesimpulan dalam ayat ini selanjutnya akan menentukan arah buku ini. Pelatihan yang kita berikan pada anak kita haruslah pelatihan dari Tuhan. Tuhan harus menjadi prinsip pengarah dalam pelatihan itu. Itu milik dia dan harus diatur olehnya. Itu merupakan pelatihan yang sama dengan kita, dan kita akan memberikannya pada anak kita melalui arahan, kuasa dan dibawa otoritasNya serta bertanggung jawab pada dia. Tuhanlah inti semua hal ini. Saat kita masuk secara spesifik kedalam prinsip pelatihan anak, Alkitab tidak memiliki banyak hal yang dikatakan secara langsung. Tapi saat kita mengerti prinsip dasar yang dibangun dalam ayat ini, Alkitab menjadi suatu buku petunjuk yang tidak habis-habisnya dalam melatih anak dengan berhasil.
Hal itu berarti—kita memperlakukan anak kita seperti Tuhan memperlakukan kita. Dia model kita. Dan pengertian kita tentang bagaimana dia memperlakukan kita tidak semata datang dari orangtua kita, karena pengertian mereka bisa salah, seperti sudah kita lihat. Itu harus datang dari FirmanNya. Kita butuh menyelidiki Alkitab untuk menemukan bagaimana Tuhan memperlakukan anaknya, kemudian melakukan hal yang sama kepada anak kita.
Paulus menggunakan 2 kata dalam Efesus 6:4 untuk meringkas metode Tuhan dalam membesarkan anak--discipline dan perintah. Hal pertama merupakan kata umum bagi pelatihan anak. Itu meliputi penentuan tujuan bagi anak kita, mengajarkan mereka tujuan itu, kemudian dengan sabar tapi tekun membimbing mereka kearah tujuan itu. Walau kata aslinya tidak berarti koreksi, tapi dalam penggunaannya memasukan arti itu dan dalam Ibrani 12:5-7 (KJV) diterjemahkan “menghajar”. Tapi disiplin, berlawanan dengan pendapat umum, itu lebih dari sekedar koreksi. Itu berarti menentukan arah bagi anak kita, membimbing mereka disepanjang arah itu, dan dengan tegas namun penuh kasih mengembalikan mereka jalur itu saat mereka tersesat.
Pikirakan tentang menentukan arah. Apakah anda sudah pernah berdoa untuk menentukan tujuan bagi pelatihan anak kita ? Ini mungkin waktu yang tepat untuk itu. Kita tidak bisa mengharapkan anak kita menjadi baik jika kita tidak yakin “baik” itu apa. Seperti kata salah satu professor seminari saya, “Jika anda tidak menargetkan apa-apa, itulah target anda.” Karena kita belum memiliki target, mari buat sekarang. Target anda mungkin lebih luas dari saya, tapi ini setidaknya tempat yang baik untuk memulainya. Ini beberapa daftar dasar dari tujuan Alkitab yang ingin kita capai bersama anak kita.
1. Memimpin mereka untuk Mengetahui Keselamatan dalam Yesus Kristus. Hal ini terjadi diwaktu Tuhan, tapi kita tidak bisa benar-benar mengharapkan mereka menjadi seperti keinginan Tuhan sampai mereka memiliki nature baru yang diberikan dari atas.
2. Memimpin mereka kepada Komitmen Hidup secara Total untuk Kristus. Kita ingin agar mereka membuat keputusan yang sesuai dengan kehendaknya, berbagi setiap detil kehidupan dengan dia dalam doa, dan belajar untuk bersandar padanya dalam setiap pengalaman hidup yang mereka hadapi. Pertama, tanyakan pada Tuhan pola prilaku apa yang harus dibangun. Waktu untuk memulai adalah diawal kehidupan anak.
3. Memasukan Firman Tuhan dalam Hidup Mereka. Kita akan mengajarkan itu dengan setia, mengkaitannya dengan hidup, dan membuat suatu teladan untuk meneguhkannya.
4. Mengajarkan mereka Ketaatan, dan Menghormati Otoritas. Dengan mengembangkan kemauan mereka untuk tunduk pada otoritas kita, kita memasukan pelan-pelan rasa hormat pada peraturan, seperti sekolah minggu, pemerintah, dan yang terutama otoritas Tuhan sendiri. Tunduk pada otoritas merupakan dasar hidup bahagia dan damai dalam lingkungan kita.
5. Mengajarkan mereka Disiplin Diri. Hidup yang paling berbahagia adalah hidup yang terkontrol, khususnya dalam hal makan, tidur, seks, menjaga tubuh, penggunaan waktu dan uang, dan keinginan hal materi.
6. Mengajar mereka untuk Menerima Tanggung jawab—tanggung jawab untuk dijalankan dengan sukacita dan dengan efisien menyelesaikannya, tanggungjawab dalam menjaga milik mereka, dan tanggung jawab terhadap akibat tindakan mereka.
7. Mengajarkan mereka Prilaku dasar Karakter Kristen, seperti kejujuran, ketekunan, kebenaran, tidak egois, kebaikan, berbudi, pertimbangan, ramah, keadilan, murah hati, kesabaran, dan rasa terima kasih.
Sekarang kita tahu kemana tujuan kita. Tapi ingat, tujuan kita tidak hanya menekankan hal ini saat anak kita dibawa perawatan kita. Itu merupakan satu paket sehingga saat mereka tidak lagi bersama kita itu akan terus membimbing mereka. Itu seperti kata Salomo, “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu. Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya, jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya, jikalau engkau bangun, engkau akan disapanya. Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan” (Prov. 6:20-23, TLB).
Membuat hal ini mendarah daging, yaitu membuat hal ini menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka, seperti kata kedua yang digunakan Paulus dalam Ephesians 6:4 untuk menggambarkan pelatihan yang Tuhan berikan pada kita. Kata ini secara literal berarti, “meletakan dalam pikiran.” Penekanannya pada kata kerja pelatihan—memperingatkan, mengajar, menguatkan, memberi perintah, atau menegur. Tapi itu jauh dari ajaran orangtua. Itu menggambarkan orangtua yang setia dengan lembut menanamkan prinsip Firman Tuhan kedalam jiwa anak sehingga itu menjadi bagian penting dalam hidup mereka. Standar tidak hanya menjadi milik orangtua. Sekarang juga telah menjadi milik anak itu. Dia siap masuk dalam dunia, tidak tergantung pada orangtua, dengan prinsip Firman Tuhan dalam hidupnya sehingga dia menemukan kebahagiaan dan keberhasilan dalam melakukan kehendak Tuhan, bahkan saat tidak orang yang mengawasi mereka. Mungkin ini sebabnya sebagian orangtua berat melepas anaknya saat mereka harus dilepas. Jika orangtua mencurigai mereka belum berhasil memasukan cara hidup Tuhan dalam hidup anak mereka, mereka mungkin ragu-ragu melepaskan mereka, tapi mencoba mempengaruhi dan memanipulasi hal itu dengan berbagai cara lama setelah mereka sudah menika dan meninggalkan rumah. Tuhan ingin kita mulai membangun kemandirian itu sejak anak kita baru dilahirkan.
Aturan orantua, peraturan lainnya, dan batasan hanyalah sementara. Tujuannya adalah menyiapkan anak untuk kebebasan, jenis kebebasan yang bisa membawa dia kepada kepuasan sejati, kebebasan untuk hidup dalam keselarasan dan kebahagiaan dengan Penciptanya. Saat dia belajar dan dewasa, pembatasan dikurangi dan kemandirian ditingkatkan sampai dia meninggalkan kita untuk membangun keluarganya sendiri, disiplin diri, kedewasaan yang dikendalikan Roh, mampu melakukan tanggung jawab yang diberikan Tuhan dalam hidupnya.
Keseluruhan proses ini digambarkan dengan indah melalui cara Tuhan memperlakukan manusia diseluruh sejarah. Disaat kerohanian manusia masih anak-anak, Tuhan memberikan mereka Hukum -- 613 perintah, peraturan, dan penghukuman yang mengatur hampir setiap detil kehidupan. Itu bukan cara hidup yang umumnya dipilih manusia, tapi itu berhasil. Paulus berkata, “Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman” (Gal. 3:24, 25, KJV, cf. Gal. 4:1-7). Dia kemudian mengambarkan kepenuhan iman, kebebasan hidup dalam Kristus, dan sukacita kedewasaan dalam Anak. Siapa yang memerlukan semua hukum diatas saat kita memiliki Roh Kudus didalam diri kita (Rom. 8:14)?
Itulah yang harus dilakukan orangtua. Selama masa kecil kita mengatur tindakan mereka dengan standar Alkitab. Saat anak mengembangkan disiplin dan control diri, pembatasan luar semakin dikurangi sampai dia mencapai kemandirian yang Tuhan inginkan disaat dia berkata, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Gen. 2:24, KJV).
Hanya ada sedikit bandingannya dalam dunia ini dengan sukacita yang kita rasakan saat melihat anak kita hidup dalam persekutuan bersama Tuhan atas keinginan mereka sendiri. Rasul Yohanes berkata, “Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.” (3 John 1:4, KJV). Dia mungkin bicara tentang anak rohaninya, tapi maksudnya bisa diaplikasikan pada anak kita. Yakub juga merasakan sukacita itu saat dia mendengar cerita perseteruan anaknya dengan istri potifar. Dia menawarkan Yusuf tubuhnya dan sulit menolaknya. Ayahnya berada beberapa ratus mil dari dia dan saat itu tidak jelas apakah Yusuf masih bisa bertemu dengannya lagi. Tapi prinsip Tuhan sudah menjadi bagian dari jiwanya selama tahun-tahun masa kecilnya sehingga itu menjauhkannya dari berbuat dosa (Gen. 39:7-20).
Orangtua Daniel mengalami sukacita yang sama jika mereka mendengar anak mereka dengan setia berbakti pada Tuhannya di Babylon. Dia berada hampir 600 mil dari rumah. Dan semua anak-anak yang lain memakan makanan raja yang sudah dipersembahkan pada dewa. “Semua orang melakukannya” dan “tidak ada yang bisa tahu” sudah cukup alasan bagi banyak anak lain kedalam kegagalan rohani. Tapi “Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja” (Dan. 1:8, TLB).
Bukankah akan menjadi hal yang indah mengetahui anak kita berjalan dengan Tuhan saat mereka jauh dari kita ? Dengan teladan Model Orangtua membimbing kita dan kuasa Roh yang ada dalam diri kita untuk menguatkan kita, kita bisa menolong anak kita melalui tahun-tahun pembentukan mereka dan membentuk mereka menjadi pria dan wanita Tuhan, diperlengkapi untuk melakukan kehendakNya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar